Kado Akhir Tahun Purbaya Untuk Desa….!

Selama dua bulan terakhir, para kepala desa dan perangkat desa  diliputi kecemasan dan tanda tanya besar mengenai pencairan Dana Desa Tahap II Tahun 2025. Ketidakpastian itu akhirnya terjawab hari ini, setelah beredar salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang mengatur penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025. PMK tersebut tertanggal 19 November 2025 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.

Penerbitan PMK 81/2025 ini segera menuai sorotan tajam dan protes dari berbagai kalangan, terutama para perangkat dan kepala desa di seluruh Indonesia. Aturan yang dinilai terbit mendadak dan tanpa sosialisasi yang memadai ini dikhawatirkan akan menghambat pencairan Dana Desa Tahap II yang krusial, terutama bagi desa yang belum menyelesaikan proses pembentukan koperasi.

Beberapa Kepala Desa menyoroti bahwa keterlambatan atau kegagalan pencairan Dana Desa dapat mengganggu pembayaran hak-hak masyarakat yang dianggarkan dalam APBDes, seperti honor kader Posyandu, guru mengaji, dan bidang Pemberdayaan lainnya. Selain itu, terdapat kekhawatiran terkait potensi Dana Desa yang tidak tersalurkan dan dialihkan untuk prioritas pemerintah lain, atau bahkan menjadi sisa Dana Desa di Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dan hangus.

Pihak Kementerian Keuangan menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan Dana Desa memiliki dampak yang lebih besar dan terstruktur pada ekonomi desa, dengan KDMP/KKMP diharapkan menjadi pilar utama dalam pembiayaan dan pemberdayaan usaha mikro di tingkat desa.

Salah satu pasal yang paling krusial dalam PMK 81 ini adalah Pasal 29B, yang secara langsung mengatur mekanisme penundaan bahkan pembatalan penyaluran Dana Desa Tahap II tahun 2025.

Dalam ketentuan di pasal tersebut dinyatakan bahwa desa yang belum melengkapi seluruh persyaratan pencairan Dana Desa Tahap II hingga tanggal 17 September 2025 akan mengalami penundaan penyaluran. Penundaan ini mencakup dua kategori Dana Desa, yaitu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya (earmark), dan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya (non earmark. Dana Desa yang earmark di antaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, program penanganan stunting, dan program ketahanan pangan. Sedangkan Dana Desa yang non earmark biasanya untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih fleksibel penggunaannya.

Dana Desa earmark masih dapat dicairkan kembali asalkan desa segera melengkapi seluruh persyaratan sebelum batas akhir penyaluran. Adapun Dana Desa non-earmark dipastikan tidak akan disalurkan kembali, meskipun desa melengkapi berkasnya setelah tanggal tersebut. Dengan kata lain, dana tersebut hangus bagi desa.

Dana non-earmark yang hangus tersebut selanjutnya akan digunakan pemerintah pusat untuk program prioritas nasional atau kepentingan pengendalian fiskal, yang penggunaannya ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan. Bila sampai akhir tahun anggaran dana tersebut tidak terpakai, maka dana itu menjadi sisa Dana Desa di RKUN dan tidak akan dilanjutkan pada tahun berikutnya.

Munculnya PMK 81/2025 ini mengejutkan, dan seolah menjadi pil pahit bagi  banyak pemerintah desa, terutama yang Dana Desa tahap duanya belum cair. Regulasi ini membuat sejumlah program yang sudah direncanakan — bahkan ada yang sudah terlaksana — terancam batal karena sumber dananya tidak lagi tersedia. Banyak desa kini kelimpungan mengevaluasi kembali APBDes yang telah disusun.

Situasi ini menjadi semakin berat karena bersamaan dengan isu lain: rencana pemerintah memotong 2/3 Dana Desa tahun 2026 untuk pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Jika rencana itu berjalan, ruang fiskal desa pada tahun mendatang akan semakin menyempit.

Facebook
Telegram
LinkedIn
WhatsApp

Baca Berita Lainnya